Kesenian Sinden

Kesenian Sinden

Kesenian Sinden – Saat ini,  kesenian daerah dan kebudayaan sudah semakin sulit ditemui.  Namun bukan berarti kesenian tersebut hilang, hanya saja dikarenakan faktor perkembangan jaman dan teknologi membuat masyarakat kurang peduli dengan kesenian daerahnya. Akantetapi  di jawa barat  kesenian nyinden / sinden masih sering ditemui di acara-acara pegelaran seni sunda dan di acara pernikahan adat sunda yaitu prosesi nyaweran.

Apakah Sinden itu?

Seni Sinden merupakan sebutan bagi para wanita yang bernyanyi untuk mengikuti iringan Gendhing Gamelan. Sinden begitu identik dengan music Gamelan, karena Sinden biasanya selalu ada pada pertunjukan Wayang atau setiap pertunjukan yang menggunakan iringan music Gamelan. Selain mempunyai keahlian vocal yang baik, Sinden juga harus mempunyai kemampuan komunikasi yang baik agar dapat memeriahkan acara. idnpoker

Kesenian Sinden

Sebutan kata Sinden berasal dari kata “Pasindhian” yang berarti “kaya akan lagu” atau “yang melantunkan lagu“. Sehingga Pesinden dapat diartikan seseorang yang melantunkan lagu. Selain daripada itu, Sinden juga biasa di sebut dengan “Waranggana” yang diambil dari gabungan kata “wara” dan “anggana”. Kata wara sendiri yaitu berarti seseorang yang berjenis kelamin wanita dan anggana yang berarti sendiri. Dikaarenakan pada jaman dahulu, waranggana merupakan satu – satunya wanita dalam pentas pagelaran Wayang atau Klenengan. www.benchwarmerscoffee.com

Dalam pementasan Wayang jaman dahulu, Sinden biasanya hanya sendiri dan merupakan istri dari dalangnya atau salah satu anggota dari pengiring gamelan. Sinden ini biasanya di tempatkan di belakan dalang dan di barisan depan para pengiring gamelan. Sepanjang pementasan Wayang berlangsung, Sinden menyanyi sesuai dengan gendhing yang disajikan para pengrawit. Akantetapi seiring dengan perkembangan jaman, Sinden dialihkan tempatnya untuk menghadap para penonton, tepatnya di sebelah kanan dalang membelakangi simpingan Wayang. Selain tempatnya, jumlah Sinden pun tidak hanya satu orang, namun lebih dari dua orang.

Di beberapa daerah di jawa, Sinden terbagi menjadi beberapa jenis yaitu Gaya Yogyakarta/jawa tengah, Gaya sunda, Gaya jawa timur dan Gaya banyumas. Perbedaan tersebut terlihat dari gaya menyanyi dan vokalnya. Perihal ini mungkin terjadi karena perbedaan logat dan bahasa, sehingga berpengaruh pada gaya menyanyikannya. Meskipun begitu, namun fungsinya tetap sama sebagai pengiring pergelaran Wayang atau Klenengan.

Pada perkembangannya, saat ini Sinden tidak hanya berfungsi sebagai pengiring pertunjukan Wayang saja. Pada pertunjukan Wayang Sinden juga bisa berkomunikasi dengan Dalang atau para penonton dengan diselingi guyonan agar pertunjukan berjalan meriah. Selain daripada itu, Sinden juga berfungsi sebagai pepasren atau penghias pertunjukan, dengan riasan dan busana cantik khas jawa. Dalam pertunjukan Wayang modern Sinden juga tidak hanya menyanyikan lagu jawa sesuai dengan cerita Wayang, namun juga lagu Campursari dan Langgam jawa untuk membuat acara lebih meriah.

Kesenian sinden tak terlepas dari istilah sekar,  yaitu lantunan nada yang biasa orang dulu lakukan untuk menimang anaknya,  sebagai pengantar tidur, dan sebagainya.  Dikarenakan kebiasaan ini,  mengapa orang sunda identik dengan cara berbicaranya seperti bernyanyi karena terdapat nada di setiap pengucapannya.

Di jawa barat (Sunda)  Sinden biasa tampil saat acara pagelaran wayang golek yaitu  menjadi pendamping dalang saat melakukan pewayangan.  Sinden bertugas menyanyikan tembang (lirik atau sajak yang mempunyai irama). Sedangkan pada acara pernikahan,  sinden tampil saat prosesi saweran,  yaitu budaya menaburkan benda-benda kecil yang dilakukan oleh orang tua kedua mempelai.

Kesenian Sinden

Pada biasanya, saweran menaburkan benda-benda seperti kunyit, beras, permen, uang logam. Masing-masing benda tersebut memiliki arti bagi mempelai tersebut. Proses saweran dipercaya membuat orang yang mendapatkan benda-benda itu akan enteng jodoh dan murah rejeki. Saweran juga dipercaya dapat memberikan petunjuk kepada kedua mempelai agar menjadi keluarga yang bahagia dan tidak lupa untuk selalu bersedekah kepada orang yang membutuhkan. Dalam sinden melantunkan pantun macapat dalam tembang Asmaradana atau Kinanti.

Sebagai salah satu dari kebudayaan dan kesenian indonesia,  keberadaan sinden yang selalu menjadi daya tarik karena pesona dan ciri khasnya tersendiri di setiap pagelaran seni sunda menjadi kunci eksistensi sinden yang masih ada hingga sekarang.

Tradisi Sinden :

Setelah hampir lima tahun vakum, tradisi kumkum sinden di Sendang Made yang terletak di Desa Made Kecamatan Kudu kembali digelar. Ritual ini dilakukan agar para sinden memiliki suara merdu dan awet muda, ritual ini juga menjadi penanda jika sinden sudah siap terjun ke dunia sinden yang profesional.

Sebanyak sepuluh sinden pun mengikuti ritual yang kabarnya sudah ada sejak zaman Raja Airlangga ini. Alunan musik tradisional gending Jawa mengiringi langkah para sinden menuju Sendang Drajat. Lemah gemulai cucuk lampah menuntun para sinden ini menuju sendang disaksikan ratusan warga setempat.

Tradisi kumkum sinden atau wisuda sinden kembali digelar di Sendang Made Kecamatan Kudu, Jombang pada (20/11). Prosesi wisuda bagi para sinden Jombang yang memiliki pesona tersendiri bagi masyarakat sekitar tersebut, dihadiri Hj. Wiwik Suyanto Ketua Tim Penggerak PKK Kabupaten. Banyak masyarakat yang hadir di lokasi Sendang Made untuk menyaksikan ritual tahunan ini. “Sudah enam tahun terakhir ini ritual kumkum sinden dilaksanakan, tujuannya adalah untuk meningkatkan kwalitas para sinden”, tutur Hari Kusmadi Kepala Parbupora.

Ritual “Kumkum Sinden” adalah salahsatu budaya khas Jombang yakni prosesi untuk mengangkat seorang calon sinden, menjadi sinden sejati. Sebanyak 43 sinden dan 8 dalang yang mengikuti wisuda tahun 2008 di Sendang Made, Kudu. Dari jumlah tersebut, mayoritas para calon sinden berusia belia. Bahkan ada beberapa yang masih duduk dibangku SD dan SMP.

Menjelang prosesi, sinden-sinden yang sudah berdandan cantik tersebut berbaris berjalan menuju ke lokasi sendang. Sendang Made terdiri dari tiga sendang. Salah satunya adalah sendang Derajat, disendang inilah para sinden diwisuda. Konon menurut Supono, juru kunci Sendang Made mengatakan bahwa prosesi kumkum sinden diyakini memiliki khasiat tersendiri bagi para sinden. Salah satunya adalah membuat wajah menjadi lebih cantik dan bersinar apabila para sinden kumkum (berendam) pada tengah malam pada hari tertentu.

Namun pada prosesi kumkum sinden kali ini, para sinden hanya disiram dengan air sendang dibangian kepalanya. Prosesi tersebut dilakukan oleh Supono, juru kunci sendang, dan Sukesi S.Sn M.Sn dosen tamu dari Institut Seni Indonesia Surakarta. Kemudian untuk penyematan selendang warna hijau, sebagai tanda telah resmi telah diwisuda menjadi sinden sejati dilakukan oleh istri Bupati Jombang Hj. Wiwik Suyanto ,SE.

Bersamaan dengan ritual kumkum sinden warga desa Made tiap tahu juga menggelar ritual bersih desa (sedekah desa) . Warga yang datang diwajibkan membawa tumpeng. Selain itu juga telah disiapkan dua tandu besar berbentuk pesawat terbang dan kupu-kupu yang didalamnya juga terdapat tumpeng-tumpeng.

Usai prosesi kumkum sinden, acara dilanjutkan dengan doa sedekah desa kemudian tumpeng-tumpeng yang ada dinikmati bersama-sama warga. Ritual ini bertujuan untuk menghindarkan desa dari segala mara bahaya dan musibah.