Menengok Museum Musik Indonesia

Menengok Museum Musik Indonesia – Kota Malang punya berbagai wisata rekreasi dan juga tempat menarik yang bisa menjadi rujukan untuk menyimak sejarah, perkembangan, dan ragam musik di Tanah Air. Namanya Museum Musik Indonesia (MMI). Berada di lantai 2 Gedung Kesenian Gajayana, Jalan Nusakambangan No. 19, MMI menyimpan 26 ribu koleksi karya musik.

Saat memasuki ruangan, pengunjung akan langsung dihadapkan dengan etalase koleksi piringan hitam di samping pintu. Masuk lebih ke dalam lagi, terlihat lebih banyak lagi koleksi yang terpajang rapi di sejumlah rak dan lemari kaca. Mulai dari kaset pita, piringan hitam, majalah musik, hingga poster penyanyi-penyanyi Indonesia.

Tidak hanya itu, di beberapa sudut juga terdapat etalase khusus yang menyimpan alat musik maupun benda-benda asli milik artis kenamaan Indonesia. Contohnya, yang berada di dekat rak kaset. Di sana terdapat baju serta koleksi kaset milik penyanyi Guruh Soekarno Putra. Bahkan, museum ini juga menyimpan baju panggung milik penyanyi Dara Puspita. Usia baju tersebut sekitar setengah abad. idn play

Menengok Museum Musik Indonesia

Museum musik ini adalah museum yang satu-satunya  beradadi tanah air, Indonesia. Walaupun baru diresmikan oleh Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) RI pada 19 November 2016, perjalanan sejarah MMI ini sebenarnya sudah dimulai sejak lama. americandreamdrivein.com

Hengki Herwanto adalah sosok utama di balik berdirinya MMI. Pria yang kini juga menjadi Ketua Museum Musik Indonesia itu telah mengawali perjalanan menjadikan museum ini sejak tahun 2007. Siapa sangka, museum ini awalnya berada di sebuah garasi.

Semuanya berawal karena hobi dan kecintaan Hengki terhadap musik. Hengki sudah jatuh hati dengan musik saat ia sudah duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama (SMP). Saat itu, ia sering sekali menonton konser musik di dekat rumahnya. Saat menonton konser itu pula, tidak jarang ia seringkali mengabadikan momennya saat menonton konser dengan kameranya. Dia pun kemudian mengirimkan hasil jepretannya tersebut ke salah satu majalah yang ada di Bandung.

Menengok Museum Musik Indonesia

Tak sia-sia, karya Hengki sering dimuat di majalah tersebut. Dia pun menjadi ketagihan untuk mengirimkan karyanya. Hal itu kemudian berlangsung hingga dirinya menjadi mahasiswa.

Namun, setelah lulus kuliah, lulusan Teknik Sipil Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya ini sudah berhenti menjadi wartawan majalah tersebut. Dia memilih fokus untuk bekerja di salah satu perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Sejak itu pula, dia meninggalkan hobinya terhadap musik.

Selanjutnya pada tahun 2007-2008, dia kembali dihubungi oleh teman-teman seangkatan saat berprofesi sebagai jurnalis. “Saya dikontak, katanya mereka mau bikin buku. Saya disuruh bikin tulisan. Akhirnya rasa cinta terhadap musik bangkit lagi,” ujar pria kelahiran Palembang ini.

Kemudian pada tahun 2009, mereka mempunyai ide untuk menggelar sebuah pertunjukan musik. Dari situlah, mereka kemudian membicarakan tentang koleksi mereka masing-masing, seperti CD dan piringan hitam. Dari obrolan itu, mereka berpikir untuk mengumpulkan koleksi-koleksi itu agar menjadi barang yang bermanfaat.

Akhirnya, pada 8 Agustus 2009, dicanangkanlah Galeri Malang Bernyanyi. Pada awalnya, mereka hanya mempunyai sebanyak 250 koleksi saja. “Pada saat itu kami tidak berpikir tentang tempat, sumber dana, maupun legalitas. Kami hanya berangkat dari koleksi,” tambahnya.

Bapak dua anak ini menyampaikan, sejak Agustus 2009 hingga April 2010, koleksi-koleksi tersebut disimpan di garasi rumah berukuran 3×5 meter miliknya yang terletak di Jalan Citarum. Selama itu, dia rajin mempromosikan galeri melalui media sosial. Sehingga masyarakat bisa datang berkunjung. “Kami juga sambil hunting minta sumbangan. Kami upload di Facebook kalau ada yang mau nyumbang,” terangnya.

Selanjutnya, pada April 2010, galeri itu mulai dibuka untuk umum. Namun, karena Hengki masih harus bekerja di Surabaya, museum itu hanya dibuka pada hari Sabtu dan Minggu saja.

Selanjutnya, pada tahun 2013, galeri itu pindah ke rumah kontrakan di daerah Griya Santa. “Dari situ yang menyumbang semakin banyak. Pengunjung juga banyak, mulai mahasiswa, pejabat, hingga artis,” ungkap Hengki.

Setelah 3 tahun masa kontrak habis, pihaknya kemudian diberikan tempat di Gedung Kesenian Gajayana ini. 2016, menjadi tahun awal Hengki Cs menempati gedung MMI.

Setahun sebelum pindah, pihaknya sempat melakukan serah terima pergantian nama dari Galeri Malang Bernyanyi menjadi Museum Musik Indonesia (MMI). “Dulu sempat ada seniman yang sudah punya legalitas nama Museum Musik Indonesia, tapi tidak ada kegiatannya. Akhirnya diberikan kepada kami,” tuturnya.

Pada tahun yang sama pula, ada Peraturan Pemerintah (PP) tentang museum yang mewajibkan bentuknya menjadi yayasan. Akhirnya, pada 3 September 2016, MMI resmi menjadi yayasan MMI.

Dari situ, ada banyak perkembangan yang dialami MMI. Mulai dari segi koleksi, pengunjung, hingga perhatian dari pemerintah pusat. “Terakhir, MMI dipercaya Bekraf untuk membantu Kota Ambon menjadi kota musik dunia. Dengan melakukan duplikasi lagu,” jelasnya.

Hengki bersama 10 orang lainnya terus bekerja keras untuk merawat MMI. MMI kini menjadi surga literasi musik. Hengki sendiri yang menyusun koleksi-koleksi tersebut. Ada cara unik yang dilakukan Hengki untuk mengelompokkan koleksi. Bukan dengan membagi sesuai genre, tetapi berdasarka teritorial apakah dari Indonesia atau mancanegara

“Dari situ saya cluster-kan lagi berdasar tempat kelahiran penyanyi atau asal band terbentuk. Misal dari Jatim, saya urutkan lagi berdasarkan genre musiknya. Jadi memudahkan mencari,” paparnya.

Sementara untuk penyanyi internasional, dirinya membagi menjadi 5 benua. Di mana masing-masing benua terdapat negaranya. “Dengan begitu pengunjung juga bisa mengenal suku dan bangsa lain,” sebutnya

Saat ini, total koleksi MMI ada sebanyak 26.109 koleksi. Rinciannya, sebanyak 16.718 adalah kaset; 3.118 buah CD; 3.108 barang cetakan seperti poster, buku, dan leaflet; 2.985 piringan hitam; 108 instrumen musik (gitar, drum, dan lain-lain); 55 baju artis; dan 13 peralatan audio. Koleksi-koleksi tersebut sebagian besar disumbang dari masyarakat.

Koleksi yang ada di MMI juga tak hanya musisi nasional saja, melainkan juga dari daerah serta juga terdapat musisi internasional. “Kalau koleksi musisi internasional ada banyak. Salah satunya The Beatles, Michael Jackson, dan masih banyak lagi,” terangnya.

Museum Musik Indonesia ini sendiri telah tergabung dalam Badan Ekonomi Kreatif. Bekraf telah mendigitalisasi koleksi musik yang ada di Museum Musik Indonesia. Sementara Museum Musik Indonesia telah menerima berbagai penghargaan, salah satunya yakni dari Lokananta dan Anugrah Mitra Penghargaan.

Untuk masuk ke dalam museum ini, kita cukup masuk ke dalam Gedung Kesenian Gajayana Malang lalu naik ke lantai dua. Biaya yang dikeluarkan untuk masuk ke dalam museum ini juga cukup terjangkau, yakni Rp 5.000.

Itulah tempat bernama Museum Musik Indonesia yang berlokasi di Jalan Nusakambangan, Kota Malang. Bagi pencinta musik dan kolektor, tempat ini ibarat surga. Berbagai macam koleksi dari berbagai macam tahun, hingga berbagai macam negara, seakan semuanya ada di sini.